Sunday, January 20, 2013

Impian yang Indah

IMPIAN YANG INDAH
By: Lince, Filson in Sekolah Minggu GKI CImahi

”Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”

Yeremia 29:11



Misalkan qta bisa memilih antara dilahirkan untuk menjadi emas atau arang, apa yang akan kamu pilih? Apa alasannya?

Saya percaya banyak diantara qta yang ingin dilahirkan sebagai emas karena emas jauh lebih berharga dari pada arang, emas lebih banyak disukai orang dari pada arang yang kotor, dan masih banyak lagi alasan2 lainnya yang membuat sseakan-akan perbandingan antara emas dan arang itu sangat jauh.

Tapi tahukan supaya emas dapat menjadi emas yang murni, dia perlu diproses dengan ketat dan teliti, dia harus dihancurkan dengan suhu yang sangat tinggi supaya dapat dipisahkan dari benda2 lainnya sehingga dia dapat menjadi emas murni yang berharga dan terlihat sangat menarik.

Bagaimana dengan arang? Saya percaya banyak diantara qta yang ragu2 bahkan mungkin tidak mau menyentuh arang karena takut tangannya nanti menjadi kotor.

Coba check yang ini, meskipun emas dibentuk dengan cara dibakar oleh api yang suhunya sangat tinggi, tapi emas tidak dapat digunakan oleh seorang pendaki di puncak gunung terpencil yang jauh dari rumah penduduk untuk memasak makanan atau untuk menghangatkan badannya.



Dilahirkan menjadi emas atau arang bukanlah pokok permasalahanya, tetapi bagaimana sikap qta meresponi nilai apa yang terkandung di dalam emas atau arang, itulah yang menjadi pokok utamanya



Emas akan menjadi tidak bernilai apabila dia berada di tempat dan waktu yang salah, bahkan ketika dia bertemu dengan ”air raksa” maka dia akan hancur, mencair, dan tidak bernilai lagi (Matius 5:13)



5:13 "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.



Arang selain berguna untuk membuat api, dia pun dapat digunakan sebagai alat tulis. Tapi ada satu lagi kegunaan arang yang mungkin tidak pernah dilihat orang. Qta mengenal bentuk lain yang disebut intan yang jauh lebih menarik dan berharga bahkan nilainya pun jauh lebih tinggi dari emas. Tahukan anda, unsur pembentuk arang dan intan itu sama, yaitu karbon. Yang membedakannya adalah susunan partikel karbon dalam intan jauh lebih padat, rapat, dan tersusun rapih sehingga menjadi batu terkeras di bumi dari pada susunan karbon dalam arang yang acak2an sehingga membuat arang menjadi rapuh dan mudah hancur. Intan terbentuk dari bongkahan karbon yang dengan kekuatan yang sangat besar, dipadatkan didalam perut bumi dan dibakar oleh panas bumi dalam jangka waktu tertentu sehingga molekul2 karbon pun disusun ulang menjadi lebih teratur, merapat, dan menyatu.

So dapat dipastikan setiap arang dapat berubah menjadi intan apabila arang tersebut memberikan dirinya untuk diproses, disusun ulang, dipadatkan, dan dirapatkan.



Tuhan sudah menaruh karbon2 arang ini dalam di dalam diri qta dan Tuhan sangat menantikan saat2 dimana qta memberikan diri untuk diproses, disusun ulang, dipadatkan & dirapatkan, dibentuk menjadi satu pribadi intan yang luar biasa seperti yang sudah ditanamNya dalam hati qta (Yesaya 30:18)



30:18 Sebab itu TUHAN menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu; sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi kamu. Sebab TUHAN adalah Allah yang adil; berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia!



Begitu pun dengan emas, Tuhan sangat menantikan pribadi emas memberikan diri untuk dimurnikan, dipisahkan dari unsur2 lain yang tidak berguna, ditempatkan pada tempat dan waktu yang tepat, dan dijauhkan dari ”air raksa” yang dapat menghancurkan pribadi emas, sehingga ia dapat menjadi emas murni yang berharga, seperti yang sudah ditanamkan dalam hati qta.



Setiap orang akan menjadi seperti apa yang dipikirkannya. Kalau ia menilai dirinya sendiri sebagai orang yang selalu gagal, maka ia akan mengalami kegagalan terus menerus dalam hidupnya. Sebaliknya kalau ia berpikir bahwa ia seorang yang berhasil, maka keberhasilan akan menjadi bagian dari hidupnya. Karena itu, setiap orang harus punya mimpi.

Impikan hal2 yang besar yang dari Tuhan karena mimpi dapat menjadikan diri qta bernilai dan ketika mimpi itu memenuhi diri qta, maka segala tenaga, kemampuan, dan talenta qta, baik sadar maupun tidak, akan terarah kepada mimpi.



Apa yang membedakan atara mimpi biasa dan mimpi yang dari Tuhan?

Mimpi biasa adalah cita2 atau ambisi pribadi untuk mencapai sesuatu. Setelah impiannya tercapai, dia harus mempunyai mimpi baru atau dia akan kehilangan arah karena tidak tahu mau kemana lagi.

Mimpi yang dari Tuhan dapat menjadi visi hidup.



Vision is : The ability to see (awareness), the faith to believe (attitude), the courage to do (action), John Maxwell.



Visi hidup harus berasal dari Tuhan. Banyak orang terjebak dengan mencampur-adukkan antara visi dari Tuhan dengan ambisi pribadi atau sekedar cita-cita biasa. Visi tidak boleh hanya melibatkan diri sendiri karena Allah tidak pernah memanggil seseorang untuk berjuang sendirian. Tapi visi selalu berkaitan dengan gereja Tuhan.



Kenapa visi hidup harus datang dari Tuhan?

-            Tuhan memberikan visi untuk menuntun dan mengarahkan hidup qta. Tuhan menyatakan kehendakNya dan rencanaNya melalui visi. Tuhan juga membuka mata, hati dan pikiran qta dengan visi.

-            Tuhan memberikan visi untuk menunjukkan potensi qta yg sesungguhnya. Visi selalu membuat org menjadi lebih baik, membawa qta ke level yang lain di dalam hidup.

-            Visi dari Tuhan tidak pernah mustahil. Tuhan tidak pernah menuntun qta ke tempat dimana Dia tidak menyediakan yang qta perlukan. Seringkali qta berpikir bahwa visi dr Tuhan itu mustahil, namun sesungguhnya tidak.



Cara supaya qta memiliki mimpi yang dari Tuhan :

    Miliki hubungan yang baik dengan Tuhan. Tanya pada Tuhan, apa yang Tuhan tanamkan dalam hatimu. Ini yang Tuhan janjikan, mintalah maka Aku akan memberi, carilah maka kamu akan menemukan, ketuklah maka pintu akan dibukakan bagimu.



”Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui.”

(Yeremia 33:3)



2.  Hindari mental instan, cintai proses



Yohanes 6:14,15

6:14 Ketika orang-orang itu melihat mujizat yang telah diadakan-Nya, mereka berkata: "Dia ini adalah benar-benar Nabi yang akan datang ke dalam dunia."

6:15 Karena Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir pula ke gunung, seorang diri.



Matius 4:8-10

4:8 Dan Iblis membawa-Nya pula ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya,

4:9 dan berkata kepada-Nya: "Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku."

4:10 Maka berkatalah Yesus kepadanya: "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!"



Yesus tahu suatu saat Dia akan menjadi Raja. Yesus tahu penduduk Danau Tibeas akan datang dan memaksa Dia untuk menjadikan raja, tapi Dia menghindar karena Yesus tahu belum waktunya untuk menjadi raja. Iblis menawarkan seluruh kerajaan di dunia dan kemewahannya hanya dengan sujud menyembah dia, tanpa melalui proses penyaliban, tapi Yesus setia dengan proses, Dia tahu suatu saat Dia akan menjadi Raja diatas dengan segala raja, tetapi Yesus tidak mau instan dengan melewati proses karena bukan demikian caranya.



Pencobaan yang terjadi akibat kesalahan sendiri => bertobat.



Proses yang memang harus dilalui => bertahan dan hadapi.



Untuk mencapai impian yang dari Tuhan:

1.        Kita harus berbagi dan selaras dengan gereja lokal tempat kita melayani, Ibrani 10:25.

10:25 Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.



2.        Jangan mengukur dari mana kita memulai impian kita. Segala perkara kecil yang kita kerjakan bisa jadi merupakan awalan untuk perkara besar dan dahsyat dalamNya. Sama seperti Daud, Gideon (Hakim-Hakim 6:11-40), bahkan Musa. Pada awalnya, mereka hanyalah orang biasa yang bisa dikatakan kurang cakap dalam berperang ataupun berbicara. Tapi Tuhan pakai mereka luar biasa!



3.        Tunggulah waktuNya untuk merealisasikan impian tersebut dalam hidup kita. Habakuk 2:3

Habakuk 2:1-3

2:1 Aku mau berdiri di tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara, aku mau meninjau dan menantikan apa yang akan difirmankan-Nya kepadaku, dan apa yang akan dijawab-Nya atas pengaduanku.

2:2 Lalu Tuhan menjawab aku, demikian: ”Tuliskanlah penglihatan itu dan ukirlah itu pada loh-loh, supaya orang sambil lalu dapat membacanya.

2:3 Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh.



4.        Percaya bahwa Dia selalu sanggup. Kadangkala kita sendiri yang mematikan atau menghapus impian itu. Efesus 3 : 20   

3:20 Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita,

Visi dari Tuhan tidak pernah mustahil, Tuhan tidak pernah menuntun qta ke tempat dimana Dia tidak menyediakan yang qta perlukan. Sering kali qta berfikir bahwa visi dari Tuhan mustahil, namun sesungguhnya tidak.

"Friends, take time to watch this. My dear friend Marthin (@MarthinFort) asked a simple question to children at a Christian orphanage, "Who is Jesus to you?" one day before Easter . Their answers moved me deeply. Hope you are as blessed by this video as I am." - Sidney Mohede...

Monday, January 14, 2013

Pembinaan

Pengayaan Orang Tua Anak Sekolah Minggu

MENGEMBANGKAN LIFE SKILL PADA ANAK

Rekan-rekan guru Sekolah Minggu, berikut ini sebuah karya tulis lama Admin Bahansekolahminggu yang dirasa perlu untuk memperluas wawasan kita bersama. Selamat membaca.
Dari sudut pandang ilmu pendidikan dikenal istilah “life skill” atau ketrampilan hidup.  Di Amerika Serikat, LeMahieu (1999) dari Department of Education State of Hawai‘I menyatakan “Enambelas tahun yang lalu publikasi yang berjudul “A Nation at Risk” menyebabkan suatu reformasi pendidikan dan perdebatan multidimensional di AS mengenai masa depan pendidikan di sana.”
Kemudian salah satu hasil dari gelombang reformasi pendidikan tersebut adalah lebih intensifnya pengembangan “life skill”, bahkan kemudian perdebatan dan konsep-konsep yang diajukan tersebut bukan hanya berkembang pesat di AS, namun meluas hingga ke seluruh dunia. Beberapa literatur dan laporan menyebutkan pengembangan konsep tersebut di benua Eropa, Asia,  dan Afrika. Sehingga kemudian PBB lewat UNICEF, WHO dan UNESCO mengembangkan konsep ketrampilan hidup ke dalam berbagai program antara lain kesehatan, kependudukan, dan pendidikan.
Definisi WHO mengenai “life skill” adalah the abilities for adaptive and positive behaviour that enable individuals to deal effectively with the demands and challenges of everyday life“. UNICEF mendefinisikannya sebagai : “a behaviour change or behaviour development approach designed to address a balance of three areas: knowledge, attitude and skills”.  UNICEF, UNESCO dan WHO membuat daftar sepuluh strategi pokok life skill yaitu :
  1. problem solving,
  2. critical thinking,
  3. effective communication skills,
  4. decision-making,
  5. creative thinking,
  6. interpersonal relationship skills,
  7. selfawareness building skills,
  8. empathy, 
  9. coping with stress and
  10. coping with emotions.
Self-awareness, self-esteem dan self-confidence adalah hal yang penting untuk mengerti kekuatan dan kelemahan seseorang.
Townson (2004) menyebutkan bahwa “life skill” pada setiap orang itu berbeda-beda, pengertian life skill menurutnya yaitu pengetahuan dan kemampuan yang memungkinkan seseorang untuk berfungsi di dalam masyarakat.


Ketrampilan Hidup (Life Skill)
Prianto (2001) bahwa mengungkapkan konsep pendidikan di Indonesia masih mengajarkan ‘kulit arinya’ saja. Artinya, murid hanya disodori setumpuk materi tanpa menyentuh kebutuhan yang lebih dalam dari seorang anak. Menurut Rose, hakekat belajar lebih sering diterjemahkan sebagai mengejar nilai, NEM atau ranking saja tanpa memperhatikan mutu, tingkah laku dan perkembangan pribadi anak. Kurikulum yang ada saat ini nampaknya belum mampu menemukan esensi pendidikan serta membantu mengembang kreativitas anak. Pemenuhan hak-hak anak seringkali juga tidak terpenuhi pada kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Ambil contoh, hak bermain dan berekreasi mereka terganggu oleh jadwal sekolah yang padat, kurikulum yang melampaui beban, ataupun jadwal kursus yang bertubitubi harus dihadapi oleh seorang anak. Pendidikan dalam kondisi ini sarat diartikan untuk menjejali anak dengan pengetahuan sebanyak-banyaknya bukannya pada pengembangan anak akan pengetahuan esensial yang penting bagi kehidupan.
Sujono Jachja, Wakil Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak mengatakan dalam artikel Majalah Suar, Nopember 2001 sebenarnya masalah-masalah kesejahteraan anak dan hak anak atas pendidikan sudah dibicarakan mendalam. Ini mengingat Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi mensyaratkan bahwa setiap anak harus mendapatkan hak-haknya termasuk untuk pendidikan dasar. Namun demikian, Sujono melihat, secara realistis boleh jadi pemerintah mengalami kesulitan untuk memberikan perhatian kepada sekitar 45 juta anak, yaitu mereka yang berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah, yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. “Sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi Internasional, pemerintah hendaknya melakukan upaya-upaya bertahap agar implementasi dari instrumen-instrumen hak asasi manusia dapat dilakukan,” jelasnya. Ditanya soal tanggung jawab untuk dapat dipenuhinya wajib belajar pendidikan dasar, Sujono Jachja mengatakan pendidikan dasar yang dimaksud bukan sekedar compulsory atau wajib belajar di sekolah, tetapi pendidikan pokok yang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah dan wajib ditanggung pemerintah. Menurutnya, masyarakat juga dapat mengawali dan melakukannya. “Yang meski kita lakukan adalah universal education. Artinya, pendidikan itu dapat dinikmati oleh semua anak di semua tempat,” papar Sujono. Sementara itu, Saparinah Sadli, wakil ketua Komnas HAM menekankan, pendidikan formal bukanlah alternatif satu-satunya untuk melakukan proses belajar. Dikatakan, masalah kesempatan untuk memenuhi hak atas pendidikan idealnya memang tidak hanya diartikan secara sempit sebagai bersekolah (formal). “Apabila sumber daya di lingkungan sekitarnya tidak memadai, maka dapat dilakukan pendidikan alternatif dengan menggunakan sumber daya yang ada. Institusi agama dan adat dapat juga melakukan upaya-upaya pendidikan bagi anak-anak,” ujarnya. Saparinah Sadli menambahkan masyarakat dapat mencoba memberikan atau memenuhi pendidikan anak walaupun tidak dalam bentuknya yang formal dan berdasarkan kurikulum. Yang lebih penting, katanya, adanya sebuah kegiatan yang substansi dan bentuknya dalam arti luas dari pendidikan yaitu menyampaikan kepada anak tentang informasi atau ajaran yang dapat mengembangkan anak yang bersangkutan.
Dengan demikian diharapkan anak dapat mengenal dan mengerti apa yang perlu dia pahami pada usianya sebagai anak yang merupakan bagian dari suatu komunitas. “Lingkungan dan komunitas seringkali memiliki kegiatan yang disesuaikan dengan apa yang tersedia, apakah dana, orang atau gurunya. Setiap komunitas dapat berbuat sesuatu untuk anak-anak dan masa depannya,” tambahnya.
Menurut Minnesota Department of Children, Families, and Learning (1997) dalam Sims (1998), “Students are learning both to learn and to work. Learning and working are becoming synonyms. Both require practice, guidance, and support.”  The Minnesota Department of Children, Families, and Learning memberikan definisi bekerja sebagai suatu usaha produktif yang meliputi baik pekerjaan yang dibayar dan yang tidak dibayar seperti menjadi pelajar, melaksanakan kerja sebagai orang tua, mengurus rumah, mengerjakan hobi, atau pelayanan kerja sukarela.  Pekerjaan dalam kehidupan merujuk pada kegiatan bekerja sepanjang masa hidup dan bagaimana pekerjaan tersebut dikembangkan dan diselesaikan melalui pengalaman belajar yang direncanakan maupun tidak direncanakan.
Sims (1998) kemudian menyimpulkan bahwa : “It is clear that schools alone cannot prepare youth for their life work. To instill the capabilities of work/life skills in young people, public agencies, organizations, employers, communities, parents, and the school system must work together.”
Di AS dikembangkan suatu program berskala nasional untuk mengembangkan life skill, disebut dengan 4-H, yaitu program pengembangan pendidikan dari University of Illinois Extension. Program ini terdiri dari serangkaian delivery modes dimana pemuda belajar dalam setting grup atau dari dirinya sendiri. Seorang tuan rumah yang memandu aktivitas memperkaya program ini dengan sejumlah pengalaman.
Apa komponen utama dari life skills? World Health Organisation (WHO) mengkategorikannya ke dalam tiga komponen :
a)       Ketrampilan berpikir kritis/ ketrampilan membuat keputusan termasuk ketrampilan pemecahan masalah dan pengumpulan informasi. Seseorang harus berketrampilan mengevaluasi konsekuensi masa depan atas tindakannya dan tindakan orang lain terhadapnya saat ini. Mereka perlu kemampuan untuk menentukan alternatif pemecahan masalah untuk menganalisis pengaruh dari nilai-nilai mereka dan bagi nilai orang-orang di sekitar mereka.
b)      Ketrampilan interpersonal/ komunikasi– mencakup komunikasi verbal dan non verbal, mendengar secara aktif, kemampuan mengekspresikan perasaan dan memberikan umpan balik. Juga termasuk dalam kategori ini yaitu kemampuan bernegosiasi/ menolak dan dan ketrampilan bersikap tegas yang secara langsung berpengaruh pada kemampuan seseorang untuk mengelola konflik. Empati, yang merupakan kemampuan untuk mendengar dan mengerti kebutuhan orang lain, juga merupakan kunci bagi ketrampilan interpersonal. Termasuk juga di dalamnya kerjasama dalam tim dan kemampuan bekerjasama, kemampuan menyatakan hormat bagi orang-orang di sekitarnya. Pengembangan ketrampilan ini memberikan kemampuan bagi anak untuk beradaptasi dalam masyarakat. Ketrampilan-ketrampilan ini memberikan hasil dalam situasi penerimaan norma-norma sosial yang menjadi dasar perilaku sosial orang dewasa.
c)       Ketrampilan penanganan (Coping) dan manajemen diri merujuk pada ketrampilan-ketrampilan yang meningkatkan kontrol dari dalam diri, sehingga orang itu yakinn bahwa ia mampu membuat perubahan dan mempengaruhi perubahan itu. Self esteem, self-awareness, dan ketrampilan self-evaluation dan kemampuan untuk menetapkan tujuan juga merupakan bagian dari kategori umum dari ketrampilan memanaje diri  (self-management skills). Anger, grief and anxiety must all be dealt with, and the individual learns to cope loss or trauma. Stress and time management are key, as are positive thinking and relaxation techniques.
LeMahieu (1999) melaporkan bahwa hasil-hasil penelitian menunjukkan beberapa manfaat dari  Life Skills-Based Education yaitu : berkurangnya perilaku kekerasan; meningkatnya perilaku pro-sosial yang positif dan yang negatif berkurang; berkurangnya perilaku merusak diri sendiri; meningkatnya kemampuan membuat perencanaan masa depan dan memilih solusi atas permasalahan yang dihadapi; meningkatnya citra diri, kesadaran diri, kemampuan penyesuaian sosial; meningkatnya perolehan pengetahuan; membaiknya perilaku di dalam kelas; kemajuan dalam hal kontrol diri dan penanganan masalah-masalah inter-personal dan coping kecemasan; meningkatnya pemecahan masalah dengan rekan sebaya. Penelitian juga telah membuktikan bahwa sex education yang didasarkan pada life skill memberikan hasil berupa perubahan yang lebih efektif dalam penggunaan kontrasespsi bagi remaja; penundaan aktivitas pengalaman seksual pertama; penundaan penggunaan alkohol dan marijuana serta pengembangan sikap dan perilaku yang diperlukan menghadapi penyebaran HIV/AIDS.
Beberapa landasan teoretik yang berkaitan dengan konsep life skill yang digunakan dalam penelitian  ini berhubungan dengan Contextual Learning.
Contextual learning atau pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang dekat dengan pengalaman aktual. Pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi yang membantu guru untuk menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk menghubungkan antara pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka baik sebagai anggota keluarga, warga negara atau pekerja serta mengaitkannya dengan kebutuhan yang diperlukan dalam belajar.(Blanchard, 1991).
Menurut Simpson, (1992) dalam teori pembelajaran kontekstual, pembelajaran terjadi hanya apabila siswa (pembelajar) memproses informasi baru atau pengetahuan dengan suatu cara yang masuk akal menurut kerangka pikirnya sendiri (keadaan dalam dunianya sendiri, pengalaman atau tanggapan). Pendekatan pembelajaran kontekstual  terhadap belajar dan mengajar  menganggap bahwa pada dasarnya pikiran mencari suatu makna dalam suatu konteks—yaitu, dalam hubungannya dengan lingkungan sekarang darinya.—dan ini terjadi seperti itu dengan mencari hubungan-hubungan yang dapat diterima (masuk akal) dan kemudian dipahami bahwa ternyata hal itu berguna.
Beberapa hal yang menjadi karakter pembelajaran kontekstual menurutnya yaitu  yaitu :
a)      Menitikberatkan pada pemacahan masalah
b)      Diorganisasikan dengan keadaan dunia sekeliling
c)      Memungkinkan berbagai variasi sumber belajar
d)     Lebih mendorong terlaksananya pembelajaran di luar kelas
e)      Menghargai pengalaman belajar siswa dalam proses pembelajaran
f)       Mendorong adanya pembelajaran kolaboratif
Sedangkan model yang dijadikan dalam penyusunan model, yang juga menjadi salah satu acuan dalam meneliti kebutuhan anak jalan terhadap life skill  tertentu adalah model TLS atau Targeting Life Skill yang dikembangkan oleh Hendricks dan tim Iowa State University Extention.
Menurut Hendricks (1996) dalam Sims (1998), perkembangan pemuda adalah suatu proses mental, fisik dan pertumbuhan sosial selama suatu masa dimana para pemuda dipersiapkan untuk hidup secara produktif dan memuaskan dalam kebiasaan dan peraturan masyarakat.
Hendricks mendefinisikan life skill sebagai skill yang membantu seorang individu agar sukses dalam hidup yang produktif dan memberikan kepuasan. Hendricks mengembangkan Targeting Life Skills (TLS) model pada gambar di bawah.

Gambar 1. Model Targeting Life Skills (TLS).
Dalam model TLS ini, kategori life skill dibagi berdasarkan model 4H: yaitu Head (kepala, terdiri dari managing dan  thinking), Heart (hati, terdiri dari relating  dan caring), Hands (tangan, terdiri dari giving dan  working), dan Health (kesehatan, terdiri dari living  dan  being).
Dengan model TLS, perencana program dapat membantu pemuda untuk mencapai potensinya melalui pendekatan positif terhadap pengembangan life skill, penyampaian informasi dan latihan skill yang sesuai tingkat perkembangan, menuliskannya dengan spesifik, tujuan penghembangan life skill yang terukur, melengkapi rencana instruksional yang memberikan pengalaman berdasarkan teori belajar berpengalamanuntuk mencapai life skill dan mengidentifikasi indikator perubahan yang terukur juga untuk mengevaluasi pengaruh progam.
Tuhan Yesus Tidak Berubah